Jumat, 20 Mei 2011

KELUARGA NABI MUHAMMAD SAW [1]


A.     Pendahuluan
Nabi Muhammad  SAW adalah seorang Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah di bumi untuk menyempurnakan akhlak manusia. Ayah dan ibu Nabi Muhammad SAW kedua-duanya adalah keturunan bangsawan terhormat dan berpengaruh dalam kalangan kaum Quraisy pada saat itu. Keduanya berparas muka baik dan berbudi pekerti luhur. Mereka menikah  ketika masih muda dan belum berumur 20 tahun.
Nasab ayah dan ibu Nabi Muhammad SAW bertemu pada kakek mereka yang bernama Kilab. Jadi ayahnya adalah keturunan Kilab begitu juga ibunya. Kilab adalah keturunan dari Adnan dan Adnan adalah keturunan Nabi Ismail A.S. Artinya, kalau di urut-urut silsilahnya bersambung sampai Nabi Ibrahim A.S.2
Keluarga Nabi Muhammad SAW disebut juga "Ahlul-Bait". Istilah "Ahlul-Bait" berasal dari firman Allah SWT. sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur'anul-Karim penggalan Surat Al-Ahzab: 33 yang berbunyi:
انّمايريدالله ليذهب عنكم الرّجس أهل البيت ويطهّركم تطهيرا
Artinya:“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Dalam etika bahasa "Ahlul-Bait" bermakna "Keluarga" atau "Anggota rumah tangga". Akan tetapi dalam kaitannya dengan makna ayat tersebut, para tafsir berbeda pendapat. Muhammad Jawad Maghniyyah  menerangkan, bahwa menurut riwayat 'Ikrimah dan Az-Zayyad ayat tersebut ditujukan khusus kepada para isteri Rasulullah SAW kerana penafsiran ayat tersebut dikaitkan dengan ayat sebelumnya, yaitu yang berkenaan dengan para isteri beliau Rasulullah SAW. Akan tetapi sebagian besar para ahli tafsir berpegang pada riwayat Abu Sa'id Al-Khudhariy yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah menegaskan: "Ayat itu turun untuk lima orang, yaitu aku sendiri, ''Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein". Berdasarkan penegasan beliau itu maka yang dimaksudkan dengan istilah "Ahlul-Bait" tidak lain adalah lima anggota keluarga Rasulullah SAW. [3]


B.     Nasab Nabi Muhammad SAW

Keluarga Nabi Muhammad SAW  sering dikenal dengan sebutan keluarga Hasyimiyah, yang dinisbatkan kepada kakeknya, Hasyim Abdu Manaf. Nama aslinya adalah Amru. Dia menikahi Salma binti Amru, dan mempunyai anak yaitu Abdul-Muthalib, dengan nama Syaibah, karena ada rambut putih (uban) di kepalanya. Hasyim mempunyai empat putra : Asad, Abu Shaify, Nadhlah dan  Abdul-Muthalib;  dan lima putri: Asy-Syifa’, Khalidah. Dha'ifah, Ruqayyah dan Jannah.
            Ada tiga bagian tentang Nasab Nabi Muhammad SAW:
1.      Bagian yang disepakati kebenarannya oleh pakar biografi dan nasab, yaitu sampai Adnan.
2.      Bagian yang mereka perselisihkan, yaitu antara nasab yang tidak diketahui secara pasti dan nasab yang harus dibicarakan, tepatnya Adnan keatas hingga Ibrahim A.S.
3.      Bagian yang sama sekali tidak kita ragukan bahwa didalamnya ada hal-hal yang tidak benar, yaitu Ibrahim keatas hingga Adam.
            Bagian pertama: Muhammad, bin Abdullah bin Abdul-Muthalib (yang namanya Syihab), bin Hasyim (yang namanya Amru), bin Abdu Manaf (yang namanya Al-Mughirah), bin Qushay (yang namanya Zaid), bin Kilab, bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Ghalib, bin Fihr (yang berjuluk Quraisy dan menjadi cikal bakal nama kabilah), bin Malik, bin An-Nadhr (yang namanya Qais), bin Kinanah, bin Khuzaimah, bin Mudrikah (yang namanya Amir), bin Ilyas, bin Mudhar, bin Nizar, bin Ma’ad, bin Adnan.
Bagian kedua: Adnan dan seterusnya, yaitu bin Ud, bin Hamaisa’, bin Salaman, bin Aush, bin Bauz, bin Qimwal, bin Ubay, bin Awwam, bin Nasyid, bin Haza, bin Baldas, bin Yadlaf, bin Thabikh, bin Jahim, bin Nahisy, bin Makhy, bin Aidh, bin Abqar, bin Ubaid, bin Ad-da’a, bin Hamdan, bin Sinbar, bin Yatsriby, bin Yahzan, bin Yalhan, bin Ar’awy, bin Aidh, bin Daisyan, bin Aishar, bin Afnad, bin Aiham, bin Muqshir, bin Nahits, bin Zarih, bin Sumay, bin Muzay, bin Iwadhah, bin Aram, bin Qaidar, bin Ismail, bin Ibrahim.
            Bagian ketiga: Ibrahim dan seterusnya, yaitu bin Tarih (yang namanya Azar), bin Nahur, bin Saru’ atau Sarugh, bin Ra’u, bin Falakh, bin Aibar, bin Syalakh, bin Arfakhsyad, bin Sam, bin Nuh a.s., bin Lamk, bin Matausyalakh, bin Akhnukh atau Idris a.s., bin Yard, bin Mahla’il, bin Qainan, bin Yanisya, bin Syaits, bin Adam a.s. [4]

C.    Penutup
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan, Pada silsilah nasab Nabi Muhammad SAW  yang disepakati kebenarannya oleh pakar biografi dan nasab, yaitu sampai Adnan. Silsilah Nasab Nabi Muhammad dari ayahnya; Muhammad, bin Abdullah, bin Abdul Mutholib, bin Hasyim, bin Abdu Manaf, bin Qushai, bin Kilab, bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Ghalib, bin Fiher, bin Malik, bin Nadler, bin Kinanah, bin Huzaimah, bin Mudrikan, bin Ilyas, bin Mudlar, bin Nizar, bin Ma’ad, bin Adnan.
            Silsilah nasab Muhammad dari ibunya, Muhammad, bin Aminah, binti Wahab, bin Abdu Manaf, bin Zuhrah, bin Kilab, bin Murrah, bin Ka’ab, bin Lu’ay, bin Ghalib, bin Fiher, bin Malik, bin Nadler, bin Kinanah, bin Huzaimah, bin Mudrikan, bin Ilyas, bin Mudlar, bin Nizar, bin Ma’ad, bin Adnan.
            Pada umumnya, Rasulullah keturunan Nabi Isma’il A.S., sebagaimana Haditsnya: “Sesungguhnya Allah telah memilih Kinanah dari keturunan Isma’il, memilih Quraisy dari Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy, dan memilih aku dari Bani Hasyim.” (H.R. At-Tirmidzi). [5]
            Dari semua uraian tersebut dapat memperoleh pokok-pokok pengertian yang melandasi kewajiban mencintai dan menghormati “Ahlul-Bait” Rasulullah SAW dan keturunannya. Pokok-pokok pengertian itu ringkasnya sebagai berikut:
a.       Rasulullah SAW dan Ahlul-Baitnya berhak memperoleh ketaatan dan penghormatan dari ummatnya.
b.      Rasulullah SAW adalah pangkal kemuliaan dan kesucian Ahlul-Baitnya.
c.       Beliau adalah Wali bagi semua Ahlul-Bait dan keturunannya.
d.      Ummat Islam harus mau menimba ilmu dari mereka.
e.       Hubungan kekerabatan dan kefamilian (Mushaharah) antara mereka dengan Rasulullah SAW tidak terputus pada hari kiamat.
f.        Barangsiapa mengganggu mereka berarti mengganggu Rasulullah SAW dan orang yang mengganggu Rasulullah SAW  berarti mengganggu Allah SWT. 6


1. Disampaikan pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam oleh kelompok 1, kelas A, semester 2, Mahasiswa Universitas Wiralodra Indramayu, FAI/PAI. Ibnu Ciptadi, Ita Uswatun Hasanah, Juju Sumarsih, Nuraeni. Tanggal 10 Maret 2011.
2. Ryan Mariyanto, (diakses tanggal 4 maret 2011) www.aryanovic.blogspot.com/2010/02/silsilah-keturunan-nabi-muhammad-saw.html.
3.Ahlul Kisa, (diakses tanggal 5 maret 2011), www.ahlulkisa.com/siapakah-yang-disebut-%E2%80%9Cahlul-bait%E2%80%9D.html.
[4].  Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar , 1997), h.67.
[5]. Ummu Syu’aib Al-Wadi’iyyah, Keutamaan Keluarga Nabi, (Solo: Pustaka Ar-Rayyan, 2007), h.22.
6. Habib Alawiyin - Sejarah Salaf Ahlul Bait, (diakses tanggal 5 maret 2011),
www.habibalawiyin.co.cc/2010/06/keutamaan-keluarga-rasulullah-saw_224.html.

PERDAGANGAN NABI [1]


A. Pendahuluan

Kisah kehidupan dan perjuangan Nabi saw. Ini adalah menjadi contoh dan suri tauladan bagi kehidupan umat manusia yang hidup sesudahnya dengan mengharapkan rahmat Allah. Demikian pernyataan Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21.
Menjelang akhir hidupnya, kekayaaan Abdul Muthalib merosot. Ketika meninggal, warisan yang ia tinggalkan untuk masing-masing anaknya hanya sedikit. Sebagian dari mereka terutama Abdul-Uzzah yang di kenal dengan Abu Lahab telah memiliki kekayaan sendiri. Tetapi, Abu Thalib hidup miskin,dan keponakannya perlu kerja semampunya untuk mendapatkan nafkah sendiri. 
            Muhammad tidak mau menjadi beban pamannya Abu Thalib dalam lingkungan keluarganya, maka sejak kanak-kanak ia bekerja sebagai pengembala kambing milik orang-orang mekkah dan milik pamannya sendiri. Dengan  pekerjaan menggembala kambing itu ia memperoleh upah yang dapat di jadikan sebagai penerus hidupnya dan meringankan beban yang di tanggung oleh pamannya.
Ketika Muhammad menginjak umur 9 tahun, ada yang mengatakan 12 tahun dan ada juga yang mengatakan 13 tahun, Muhammad bersama pamannya Abu thalib ikut berlayar, berdagang ke negri Syam[2] (Syiria) untuk pertama kalinya membawa barang dagangan.
                  
B. Nabi Muhammad Pergi ke Syam Yang Pertama Kali dan Kedua Kali

Ketika sampai di kota Bashrah,[3] bertemulah dengan pendeta bernama Buhairo. Pendeta Buhairo menceritakan bahwa ponakan Abu Thalib (Muhammad maksudnya) kelak akan menjadi Nabi yang terakhir dan sebagai penutup dari semua nabi-nabi. Pendeta Buhairoh itu meminta kepada pamannya Abu Thalib supaya keponakannya yang bernama Muhammad itu dibawa pulang kembali ke Makkah, karena takut kepada musuh-musuh yang menanti-nanti kedatangan beliau. Kata Pendeta Buhairo.
            Perjalanan dan kepergian Muhammad ke Syam yang kedua kali ini tidak lagi bersama pamannya Abu Thalib untuk menjual barang dagangan miliknya.  Akan tetapi perjalanan ke Syam kedua kalinya ia membawa barang dagangan milik saudagar kaya raya, seorang janda yang bernama Siti Khadijah. Karena Khadijah tahu bahwa Muhammad adalah seorang laki-laki yang dapat dipercaya, beliau berkata dan bersikap jujur. Dengan kejujurannya semenjak masa kanak-kanak itu beliau mendapat gelar Al-Amin.[4]
            Dalam perjalanan ke Syam kedua kali ini, Muhammad di dampingi Maisarah, seorang laki-laki pesuruh Khadijah. Dua insan inilah yang memperdagangkan barang dagangan Siti Khadijah. Selama memperdagangkan dan mengantarkan barang dagangan Siti Khadijah, mereka berdua membawa keuntungan yang sangat besar, barang dagangannya cepat laku. Dengan demikian Muhammad juga memperoleh upah yang banyak dari Siti Khadijah. Muhammad berumur 25 tahun membawa barang dagangan milik Khadijah.
            Setibanya di Makkah  Muhammad dan menyerahkan hasil jualannya kepada Siti khadijah, dan sepulangnya Muhammad Maesaroh menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada waktu mereka berdagang. Dan Siti Khadijah merasa simpati terhadap perilaku Muhammad. Tak lama kemudian Nusfah menawarkan diri untuk mendekati Muhammad dan jika perlu untuk mengatur pernikahan mereka berdua tutur Nusfah.
            Tak lama kemudian setelah adanya kesepakatan antara muhammad dan Siti Khadijah mereka pun melangsungkan pernikahan yang pada saat itu Muhammad berusia 25 tahun dan Siti Khadijah berusia 40 tahun. Dalam pernikahannya yang menjadi naib yaitu paman Khadijah yang bernama Amr bin Al-Asad. Dan maskawin yang di berikan pada Muhammad kepada Siti Khadijah yaitu 12,5 Uqiyah dan 20 ekor unta betina. Dalam hal ini tidak ada permasalan.

C. Penutup

            Rasulullah adalah seorang yang penuh dengan kejujuran. Perjalanan dan kepergian Rasulullah dalam memperdagangkan barang-barang dagangan beliau selalu menerapkan nilai-nilai kejujuran dan menjelaskan sifat suatu barang. Hal itu menyebabkan banyaknya konsumen atau pembeli yang tertarik, dan bekeinginan untuk membeli.
            Pendeta Buhairo telah mengetahui tentang cirri-ciri Nabi terakhir itu pada diri Muhammad SAW. Beliau (Nabi Muhammad) terkenal sesosok orang yang jujur dan bijaksana sehingga sejak kecil beliau di juluki Al-Amin[5] oleh orang-orang Quraisy.
            Dengan kejujurannya pula Siti Khadijah tertarik dan menginginkan Muhammad untuk menjadi seorang pemimpin dalam keluarganya.



[1]           .  Disampaikan oleh kelompok  II, Novi Andriani, Syahadatun Rojannah, Ayu Soraya, Yayah  
                Rukiyah, Eko Wahyudin.
[2]           .  Syam; Negara yang sekarang disebut Syiria.
                Martin lings, Abubakar siraj al-din.1991.Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. Cetakan IV, 1991. Hlm. 43-45.
[3]           . Bashrah, yaitu kota Bushroh atau Bosta, suatu kota yang menuju ke Damaskus.
[4]           . Al-amin, julukan dengan sebab ke jujuran Nabi Muhammad sejak kecil.
                Ustad Maftuh Ahnan Asy. 2001M. Kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW Rahmatal lil’alamin,Surabaya; Terbit Terang.
[5]              Ditulis oleh IPPHO santosa-Andalas-Khalifah, 2008, Nama buku:Muhammad sebagai pedagang ,Jakarta;Terbit Terang.


TURUNNYA WAHYU [1]


A. Pendahuluan
            Wahyu merupakan firman Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul-Rasul-Nya. Muhammad SAW diturunkan wahyu oleh Allah Swt melalui malaikat Jibril As. Seperti kebiasaan keluarga besar pendahulunya, Nabi saw selalu membawa pergi dirinya jauh dari perkumpulan manusia umum di bulan Ramadhan. Beliau mengasingkan diri atau beruzlah di hamparan yang luas, tepatnya di gua Hira’. Dan tidak ada yang membahagiakan hati beliau tatkala sedang menyendiri, merenungkan dan berfikir kejadian alam Mekkah, sampai ke semenanjung Arabiyah.
            Dalam kondisi seperti ini, jiwa beliau dikuasai perasaan aneh, perasaan tenang, damai yang menyatu seiring dan sejalan. Beliau tidak hanya merenungkan daerahnya saja, tetapi pikiran beliau meluas sampai luar semenanjung Arabiyah. Beliau juga memikirkan dari bumi belahan timur sampai barat, termasuk kerajaan besar pada waktu itu, diantaranya adalah Romawi dan Persia, di dua kerajaan tersebut banyak pelanggaran HAM dan bersifat  anarkisme.[2]   

B. Peristiwa Turunnya Wahyu
            Ibnu Hisyam dalam As-Sirah An-Nabawiyah-nya. Rosulullah saw berkata,”
Jibril As datang kepadaku ketika aku sedang tidur. Ia membawa model kain sutra yang  di situ terdapat sebuah tulisan. Jibril berkata, ”Bacalah.” Aku berkata,“Aku tidak bisa membaca.” Lalu Jibril mendekapku hingga aku menyangka bahwa itu adalah kematian. Setelah itu ia melepaskanku dan berkata,”Bacalah. “Aku berkata,” Dengan apa aku membaca?” Aku tidak mengatakan seperti itu kecuali agar dia mengulangi apa yang pernah diperbuatnya terhadapku.
            Maka ia membaca:
 
            “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam , Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-‘Alaq: 1-5)

Aku pun membacanya hingga selesai lalu dia pergi meninggalkanku.
            Aku terbangun  dari tidurku. Seakan-akan aku telah menulis suatu tulisan di dalam hatiku. Aku keluar dari gua. Ketika berada di antara gunukan-gunukan gunung, aku mendengar suara dari langit yang berkata, “ Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan aku adalah Jibril.” Aku pun mengalihkan pandanganku kearah langit. Tiba-tiba aku melihat’ Jibril di ujung langit dengan rupa manusia yang jernih kedua kakinya. Ia berkata, “ Wahai Muhammad, engkau adalah utusan  Allah dan ku adalah Jibril,” Aku memberhentikan diri untuk memandangnya dengan sungguh-sungguh. Namun, ia  tidak maju juga tidak mundur. Aku memalingkan wajahku darinya untuk memandang ke arah lain. Setiap aku mengalihkan pandangan  ke suatu arah, aku melihat Jibril.
            Aku terus berhenti tidak maju ke depan dan juga tidak mundur ke belakang hingga Khadijah mengutus beberapa orang untuk mencariku. Mereka mencariku sampai di ujung kota Mekkah hingga kembali lagi. Akan tetapi, aku  masih tetap berdiri di tempatku sampai Jibril pergi dariku.
            Nabi saw sebagaimana ditulis Ibnu Hisyam mengatakan, “Aku pergi kembali ke keluargaku. Aku datang pada Khadijah lalu duduk di dekatnya. Maka ia berkat, “Wahai Abu Al-Qasim, dimanakah kamu sebelum ini? Demi Allah, aku telah mengutus utusan-utusanku untuk mencarimu hingga mereka sampai keujung kota Mekkah dan kembali lagi kepadaku.” Aku menceritakan kepadanya apa yang telah aku lihat.
            Mendengar itu Khadijah berkata, “Bergembiralah wahai putera paman dan tenanglah. Demi Dzat yang jiwa Khadijah berada di Tangan-Nya, sesungguhnya aku berharap engkau adalah  Nabi umat ini.”[3]
            Ummul mu’minin, A’isyah r.a. berkata : Pertama turunnya wahyu kepada Nabi saw. Berupa mimpi yang  baik dan tepat, maka ia tiap mimpi pada waktu malam, terjadilah pada esok harinya bagaikan pastinya terbit fajar subuh, kemudian digemarkan untuk menyendiri di gua Hiraa’, disana ia beribadah beberapa hari dengan malamnya sebelum kembali kepada istrinya untuk berbekal dan kembali ke tempat khalwatnya, kemudian kembali kepada istrinya Siti Khadijah dan berbekal pula seperti yang semula, sehingga tibalah masa turunnya wahyu  yang hak ketika Nabi di gua Hiraa’, Maka datanglah malaikat dan menyuruh kepadanya: Iqra’( bacalah ). Nabi saw. Berkata: Ma-ana biqaari” ( Aku tidak dapat membaca), tiba-tiba malaikat itu mendekapnya sehingga habis tenaganya, kemudian di lepas dan diperintah: Iqra’. Dijawab: Aku tidak dapat membaca. Maka di dekap ia kedua kalinya sehinggah terasa payah, kemudian dilepas dan diperintah: Iqra (bacalah). Dijawab: Ma-ana biqaari’ (Aku tidak dapat membaca), maka didekap untuk ketiga kalinya, kemudian dilepas dan diperintah Iqra’ bismi rabbikalladzi khalaq, khalaqal insaana min alaq, iqra’warabbukal akram. (Bacalah dengan  nama Tuhanmu yang menjadikan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmu yang mulia). [4]         

C. Penutup
            Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya Nabi Muhammad saw menerima wahyu tidaklah mudah dan merupakan ujian yang berat bagi beliau, beliau mengikuti kebiasaan pendahulunya yaitu menyendiri (berkhalwat) yaitu di gua Hiraa disana beliau merasakan ketentraman, kedamaian, kenyamanan dalam jiwanya. Dimalam hari tepatnya tanggal 17 Ramadhan beliau di datangi malaikat Jibril yang membawakan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad saw, ketika itu malaikat Jibril menjelma sebagai manusia muda yang tampan dan berpakaian indahserta harum semerbak baunya dan senyum manis pula, Jibril memandangi wajah muhammad lalu menghamparkan kain sutra yang halus dan bertuliskan huruf-huruf dan menyuruh Nabi Muhammad membacanya dan sampai membekas pada hati beliau.  



[1] Disampaikan dalam diskusi SPI oleh kelompok 3: Ahmad Saikhoni, Dewi Indriyani, Pathorahman, Titi Car niti semester II A Tgl 24 maret 2011

[2] Syaikh Samih Kurayyim. Ramadhan bersama Nabi. (Penerbit: Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 2006 ) h. 42-44.

[3] Martin lings. Kisah hidup nabi berdasarkan sumber klasik. (Penerbit: PT Ikrar Mandiriabadi, Jakarta,1991) h. 66  
[4] Muhammad  Fu’ad Abdul Baqi. Al-lu’lu’ wal Marjan. ( Penerbit: PT Bina Ilmu. Surabaya)  Hlm: 53-54

HIJRAH KE MADINAH AL-MUNAWWARAH [1]


A.     Pendahuluan
Orang pertama yang hijrah ke Madinah diantara para sahabat Rasulallah SAW, adalah Abu Salamah bin Abdul As’ad. Dia hijrah ke Madinah setahun sebelum dilangsungkannya Baitul Aqobah kedua. Setelah Abu Salamah adalah Amir bin Rabi’ah dan istrinya Laila binti Abi Hatsmah, lalu disusul oleh Abdullah bin Jahsy yang membawa keluarganya dan saudara laki-lakinya.[2] Setelah itu disusul oleh Umar bin Khathab dan Ayyas bin Abi Rabi’ah Al-Makhzumi, kemudian di susul oleh kaum Muhajirin yang lain. 

B.     Hijrah ke Madinah
Meski para sahabatnya sudah hijrah, namun Rasuallah SAW masih di Mekkah menunggu izin untuk hijrah, dan tak seorang pun diantara  kaum Muhajirin yang masih tinggal bersamanya di Mekkah kecuali orang-orang yang ditawan dan disiksa, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar bin Abi Quhafah Ash-Shiddiq. Abu Bakar berkali-kali minta izin kepada Rasulallah SAW untuk hijrah, sehingga Rasulallah SAW berkata kepadanya: “Jangan tergesa-gesa, semoga Allah membuatkan teman untukmu”.[3]
Akhirnnya Rasulallah SAW menyampaikan kabar gembira bahwa Allah telah memberi izin kepada beliau untuk hijrah ke Madinah. Abu Bakar berkata: “Akukah yang akan menemanimu, wahai Rasulallah ?” “ya, kamu yang akan menemaniku “ jawab Rasulallah. Abu Bakar sangat bahagia dan berkata : “wahai Rasulallah SAW, aku telah lama membeli binatang tunggangan ini, dan keduanya aku persiapkan buat keperluan  hari ini.”[4] Rasulallah pulang kerumah tepat pada waktu yang telah ditentukan, datanglah orang Quraisy mengepung rumah Nabi.
Rasulallah berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “wahai Ali, tidurlah di tempat tidurku, dan selimutilah seluruh tubuhmu hingga tidak satu pun dari bagian tubuhmu yang kelihatan dengan selimut asal Hadrami ini. Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan sesuatu dari mereka yang tidak kamu sukai”[5]. Ali benar-benar melakukan seperti yang diminta oleh Rasulallah. Nabi langsung pergi menemui Abu Bakar, Keduanya menuju gua Tsur yang sebelumnya telah mereka tentukan sebagai tempat untuk bersembunyi.
Tiga hari lamanya mereka bersembunyi dan keadaan sudah dirasakan aman. Maka Nabi dan Abu Bakar (dengan petunjuk jalan Abdullah bin Arqath) barulah meneruskan perjalanan menyusur pantai laut merah.
Tidak pernah terlintas dalam benak Rasulallah SAW bahwa sang penunjuk jalan akan membawa mereka melalui jalan yang tidak biasa dilalui kebanyakan orang adapun kaum kafir Quraisy merasa kacau, kalut dan marah karena Rasulallah lepas dari genggaman mereka, segerombolan yang dipimpin Abu Jahal mendatangi Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq dan berkata “wahai putri Abu Bakar , mana ayahmu?” “ Demi Allah, aku tidak tahu, dimana ayahku berada”[6] jawab Asma. Abu Jahal mengangkat tangannya lalu menampar pipi Asma, sampai anting-anting Asma terlepas.
Tibalah beliau di Quba, sebuah tempat yang kira-kira sepuluh kilometer jauhnya dari Yatsrib. Rasulallah mendirikan masjid, yaitu masjid Quba.
Dan terkait dengan masjid ini Allah SWT berfirman yang Artinya:
    
“Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat  di dalamnya”[7]
 
            Setelah empat hari beristirahat di Quba, mereka langsung melanjutkan perjalanan. Setelah memasuki kota Yatsrib, dengan mendapatkan sambutan yang hangat, penuh kerinduan dan rasa hormat dari penduduknya. Tidak pernah ada hari yang penuh dengan kebahagiaan seperti itu. “selamat datang wahai Nabi Allah!”  “selamat datang wahai Nabi Allah![8] begitulah luapan kebanggaan mereka. Banyak diantara mereka yang menawarkan tempat tinggal untuk Rasulallah, namun Rasulallah berkata “Biarkan unta ini berjalan, karena ini berada di bawah perintah Allah”.[9]
Qashwa’[10] tampaknya memilih suatu tempat diantara mereka dan Qashwa merapatkan dadanya ketanah Rasulallah turun dan berkata, “inilah, insya Allah tempat kediamanku”,[11] tanah itu ternyata milik dua orang anak yatim piatu, Sahl dan Suhayl.
Pada  hari itu juga, Nabi mengadakan shalat jum’at yang pertama kali dalam sejarah Islam. Sejak ini Yatsrib berubah namanya menjadi Madinatun Nabiy artinya: “kota Nabi[12] selanjutnya disebut  Madinah. Setelah Rasulallah SAW, menginjakan kedua kakinya di Madinah al-Munawwaroh, maka beliau segera mewujudkan bangunan Negara Islam di Madinah dan beliau mewajibkan setiap orang Islam dimanapun berada agar segera hijrah, kecuali orang yang  berhalangan. Agar kaum muslimin semuanya dalam satu wilayah dan dalam perlindungan Negara Islam, sehingga mereka tidak tertindas. Allah berfirman yang Artinya:

“Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah”.[13]
 
C. Penutup
Berdasarkan hal itu, maka mereka berturut-turut hijrah kepada Rasulallah SAW. Sehingga Ibnu Ishak berkata : “Tidak satu pun dari mereka yang masih tinggal di Mekkah, kecuali mereka yang disiksa dan dipenjara.”[14]
            Dengan berpindahnya Rasulallah SAW, dari Mekkah ini berakhrlah periode pertama sejarah risalahnya, tidak kurang 13 tahun lamanya berjuang antara hidup dan mati menegakkan agama Allah diantara masyarakat Mekkah, dituangkan dalam firman Allah: yang Artinya:
       
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya.”[15]



[1] Disampaikan pada diskusi mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, tanggal 31 maret 2011 oleh : Muh Rudi A, Nurhayati, Noni Prihatini, Ummu Habibah.
[2] Abdullah bin Jahsy adalah Abu Ahmad. Dia seorang laki-laki yang buta, seorang ahli syair dan seorang yang cerdas, dia biasa naik turun mekah tanpa ada yang menuntutnya.
[3] Prof. DR. Rawwas Qol’ahji, sirah Nabawi_sisi Politisi Perjuangan Rasulallah SAW (penerbit AlAzhar Press, Bogor, 2010). h.142.
[4] Prof. DR. Rawwas Qol’ahji, sirah Nabawi_sisi Politisi Perjuangan Rasulallah SAW. h. 145
[5] Prof. DR. Rawwas Qol’ahji, sirah Nabawi_sisi Politisi Perjuangan Rasulallah SAW.
[6] Prof. DR. Rawwas Qol’ahji, sirah Nabawi_sisi Politisi Perjuangan Rasulallah SAW. h. 149.
[7] Q.S at-Taubah[9]:108.
[8] Martin Lings, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, (penerbit serambi, Jakarta, 1991). h. 188.
[9] Martin Lings, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik. h. 189.
[10] Sebuah nama unta milik Nabi ketika berhijrah.
[11] Martin Lings, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik.
[12] Al-Qur’an dan Terjemahannya h.64.
[13] Q.S Al-Anfal [8]:72.
[14] Q.S Al-Anfal [8].h. 156.
[15] Q.S. Al-Anfal [8]:30.